Surat Tulisan Tangan

Ungkapan bahasa cinta “receiving gift” punya saya, selalu ada di list terakhir. Memang, saya tidak antusias mendapat hadiah atau kado. Kalau saya mau sesuatu, saya pasti bilang. Tidak perlu di-ada-ada hanya karena peristiwa yang bisa jadi, tidak begitu penting.

Saya sudah melewati masa-masa dimana beli hadiah bareng temen-temen dekat yang kemudian akan gantian, nantinya mereka yang akan beli sesuatu untuk saya. Senang gak sih dapat hadiah? Ya senang. Tapi tidak selalu. Karena sudah melewati masa mendapatkan hadiah, kemudian tidak, kemudian dapat lagi, kemudian tidak lagi, membuat saya menjadi paham bahwa ternyata letak kesenangan dan memaknai hadiah yang didapat tidak begitu terasa buat saya. Dapat atau engga, ternyata sama saja. Semakin usia bertambah, memaknai perayaan akan suatu hal dan barang apa yang didapat menjadi semakin tidak berkesan. Gak ngerti, dah capek kali ya sama hidup 😛

Mari mencoba mengingat tentang peristiwa sebelum perayaan, ketika kita merayakan sesuatu yang kita anggap penting dan terkadang berakhir berlebihan. Kita sering lupa bagaimana proses untuk perayaan tersebut: waktu – janji – harapan. Kita lupa akan rasa ketika kita menunggu sesuatu yang belum pasti, walaupun itu untuk sebuah perayaan sekalipun. Hidup memang menunggu untuk menyadari, kapan kita akan berhenti. Rayakanlah rasa sebelum sebuah perayaan itu terjadi.

Gilang Fradika, ArtJog 2017.

—————————————————

2019.

“Fasya mau kado apa?”
“Gak usah. Simpen aja uangnya.”

Tahun 2019 adalah perkenalan saya mengenai surat yang begitu ajaib karena ternyata begitu besar maknanya. Hari itu, ada pak pos nganterin surat ke kantor saya dari seorang teman. Suratnya ini beneran surat tulisan tangan, ditulis dalam dua lembar kertas, masuk ke amplop, dan pakai perangko! Ini adalah kado hari ulang tahun buat saya darinya. Padahal, entah apa yang merasuki otaknya sampai akhirnya kepikiran kirim kado berupa surat tulisan tangan. Hari ini, setahun sudah surat ini sampai di tangan saya. Surat ini juga, yang membuat saya punya wishlist baru pada waktu itu:

Saya mau dapat surat tulisan tangan setiap tahunnya. 

surat 2019

Ekspresi menulis surat tulisan tangan, terasa jujur dan mengalir. Mungkin, kalau saya yang menulis, bisa jadi akan menghabiskan banyak lembaran kertas karena kesulitan menyambungkan kalimat agar nyaman dibaca si penerima. Terlebih, semisal tulisannya gak rapi, percayalah saya akan merobek kertas tersebut karena keinginan sesuatu yang harus rapi dan tidak mau ada coretan. Repot? Iya. Tapi mungkin di sanalah bagian usaha yang menyenangkan dari menulis surat. Walaupun pada nyatanya, entah kapan saya akan menulisnya.

Saya gak tahu bagaimana proses teman saya menulis surat, bagaimana dia menata pikirannya untuk menuangkan apa saja yang mau dia sampaikan dengan keterbatasan kertas. Pun, saya gak tahu bagaimana seseorang menyiapkan kalimat terbaiknya, pulpen ternyamannya, memilih kertas atau amplopnya, dan hal-hal lainnya yang terasa lebih bermakna karena semuanya dikerjakan oleh diri sendiri dan pikirannya.

Semenjak ada gadget, surat bukan lagi jadi alat komunikasi, melebur bersama waktu. Kiriman dokumen berisi surat tulisan tangan mungkin sudah tidak ada. Tapi, saya pernah ada di masa kirim-kiriman surat. Saya duduk di bangku SMP dan sudah ada handphone tapi tidak ada pulsanya. Sampai akhirnya dalam beberapa waktu, saya berkirim surat dengan seseorang yang ada di kota lain. Bahkan di dalam amplop, saya dan dia menyimpan foto masing-masing diri. Belasan tahun kemudian alias hari ini, saya ingin menertawai hal tersebut sekaligus memberi senyuman karena pernah mengalaminya dengan suka cita. Saya tidak rindu dimana saya berkirim surat dengannya, juga tidak merindukan kenangannya. Saya cuma sadar, bahwa surat tulisan tangan begitu bermakna, buat saya.

—————————————————

2020.

Tahun ini, saya ingin bilang ke beberapa teman dekat, bisa dan bersediakah mereka menulis surat tulisan tangan buat saya sebagai kado ulang tahun? Tapi, ya tentu tidak jadi. Karena keadaannya tampak gak memungkinkan, dengan kehidupan normal yang baru ini lebih baik saya mendukung teman-teman saya untuk tetap di rumah, daripada harus keluar rumah untuk mendatangi kantor pengiriman seperti pos atau jne. Alih-alih ingin dibahagiakan dengan surat, malah merepotkan mereka yang harusnya menjaga diri dengan tetap di rumah.

Tapi, ternyata saya tetap mendapatkan kado berupa surat tulisan tangan. Padahal cuma pernah mengutarakan wishlist ke satu orang, tapi ternyata berbulan-bulan kemudian dikabulkan. Surat kedua ini, terasa lebih hangat karena doa yang begitu banyak, begitu ingin saya amin-kan satu persatu.

surat 2020

Surat tulisan tangan ini akan saya kumpulkan sampai saya merasa cukup untuk mendapatkannya. Kapan? Tidak tahu. Mungkin belasan tahun atau puluhan tahun ke depan. Ya semoga saja, saya masih bisa mendapatkan surat tulisan tangan seperti ini. Di masa depan, saya ingin mengumpulkan dan membaca kembali surat-surat tersebut. Merasakan siapa-siapa saja yang pernah hadir di hidup saya, menulis dan menceritakan sesuatu di dalam lembaran surat.

Ya.. itupun kalau saya masih hidup, kalau sehat, kalau suratnya tidak pudar.

Ada satu hal dari segala macam perincian tentang hadiah, perayaan, dan doa yang menumpuk. Saya takut, saya takut jadi manusia yang melupakan rasa syukur. Seperti kata Gilang Fradika yang tulisannya saya cantumkan di atas, saya lebih ingin mengingat perjalanan peristiwa semasa hidup sebelum sebuah hari perayaan tiba. Hal ini bisa apa saja; ulang tahun, anniversary, pernikahan, atau perayaan lain yang selalu diagung-agungkan sebagai bentuk tanda ingatan. Alih-alih memanjatkan rasa syukur, biasanya manusia hanya sekadar menceklis kematangan diri dari segi materi dalam sebuah perayaan. Kadang saking menganggapnya hari penting, semua akan berakhir dengan berlebihan dalam beberapa jam saja.

Nilai dari setiap kepemilikan yang dianugerahkan kepada kita tidak melulu bertambah dengan penambahan pendapatan, tetapi bisa amat bertambah dengan rasa syukur yang dibiasakan.

Satria Maulana, Buku Bertumbuh hal 229.

Jadi, dengan melihat proses setahun ke belakang, dua tahun ke belakang, lima tahun ke belakang, tentang kenapa hari ini terjadi, tentang pemikiran dan tulisan hari ini. Ya, itu lah yang harus dijadikan jembatan rasa syukur. Bukan sebaliknya, cuma sekadar hari-hari yang dilupa lalu tidak belajar apapun dari sana. Karena yang bermakna adalah perjalanan peristiwa, bukan perayaannya.

Semoga juga, surat-surat tulisan tangan ini akan jadi ingatan rasa syukur di masa yang akan datang. Bukan jadi kotak masa lalu yang disimpan kemudian dilupa. Anyway,  kapan terakhir teman-teman mendapat atau mengirim surat tulisan tangan?

—————————————————

Nb: Bukan tulisan ulang tahun. Terima kasih.

Bagi siapapun yang berkunjung ke tulisan saya di sini atau di blog jalan hore bandung, kalian sudah bisa dukung via saweria.  Minimal Rp. 10.000 bisa bayar dengan gopay / ovo / dana.

Klik disini untuk beri dukungan.

27 thoughts on “Surat Tulisan Tangan

  1. Kereeeen.
    Saya selalu tertarik sama surat pribadi. Saya juga kepengen banget menulis (dan dapat balasan) surat. Tapi, masih saja belum kesampaian hingga kini. Mungkin aku saja yg terlalu malas memulai (malas ke kantor pos yang lumayan jauh sih sebetulnya, bukan malas menulisnya). *Lha curhat hihihi

    Like

  2. Dalem tulisan kali ini, Mba Fasy. Ya biasanya juga sih. Hehe..

    Belum pernah dapat surat. Terakhir kirim surat 2015.
    Kalau soal perayaan, hmmm.. ulang tahunku dirayakan umur 7 th. Setelah itu tidak ada bahkan dari lingkaran teman. Wkwk..

    Like

    • Makasih ya Mift.

      Wow keren 2015 masih kirim surat, aku baru kepikiran surat ya tahun lalu, 2019.

      Gapapa, ulangtaun gak perlu perayaan kok. Makin bertambahnya usia, aku makin gamau kalau orang lain tau ulangtaunku wkwk.

      Like

  3. Ah mba Fasya, aku seneng banget liat ada update hahaha.

    Aku juga nilai receiving gift paling rendah, klu dikasi kado, bagian yg aku cari justru surat ucapannya haha

    Like

    • Hai Rissaaaa…

      Berarti kayanya kamu sama kaya aku, word of affirmation-nya tinggi. Eh gak tinggi juga sih, aku ada di posisi 2, dan itu hasil tes 2x hehehe.

      Like

  4. aku udah lama banget ga nulis surat, tapi kalau nulis kartu pos, terkahir bulan februari. Karena sampai saat ini masih ada beberapa orang yang senang mengirimi aku kartu pos dan aku pun senang menulis kembali untuk mereka. Kadang kalau lagi traveling pun aku suka nulis kartu pos untuk diri sendiri sebagai pengingat rasa di perjalanan.

    Like

    • Naiya aku sering nemu nih yang suka travelling ngirim kartu pos gini. Seru kayanya ya teh, tapi aku mah bacot kayanya 1 kartu pos gak cukup wkwkwk gatau diri 😛

      Like

      • hahahahaha….aku pun. ini efek kebiasaan nnulis kartu pos via postcrossing jadi we kebiasaan XD

        Like

  5. Kangen banget nerima surat :”( terakhir nerima surat dari penpals di turki +- 2016 an apa ya.. it’s been sooooo loooong. Terakhir ngirim surat udah agak lupa, tp kalau ngirim postcard terakhir November/Desember kemarin utk teman di Thailand.

    Mba Fasya mau dikirimin postcard dari Jogja ngga btw? 😅 Ehehe

    Like

    • Kirim2an postcard masih musim ya, mungkin karena gambarnya juga lucuk-lucuk jadi bisa sebagai hadiah. Wooo kalau Nadya mau ngirim boleeeh, tapi nanti aja kalau covid-19 sudah mereda, sekarang mah kamu di rumah aja jangan kemana2 Naaaad hehehe.

      Like

      • Masih musim kok mba, apalagi kalau join postcrossing 😀 bisa dpt postcrossing dari negara lain secara random wkwk.

        Siap mba Fasyaaaaaa, ya walaupun skrg aku uda bandel pergi keluar sama Febri sesekali 😅😅

        Like

  6. Ternyata si teman pengirim surat juga mengalami hal yang sama kaya apa yang kamu tuliskan itu mbak; menghabiskan banyak kertas karena susunan kalimat yang dirangkai dirasa kurang pas dan rancu. Atau, dia bikin draft dulu, baru disalin ulang ke lembaran kertas yang baru? *oke, ini hanya imajinasi nggak jelas saya aja. hahaha*

    Saya seumur-umur belum pernah nulis dan ngirim surat macam ini sepertinya. Meneydihkan sekali…

    Itu 2019 dan 2020 surat dari orang yang sama, kah?

    Like

    • Nah, aku juga berimajinasi begitu kok, mungkin mereka punya kesulitan sendiri sampai akhirnya percaya sebuah surat itu layak dikirim dan dibaca.

      Urusan belum pernah nulis dan kirim surat emang gak semua orang ngalamin kok, gakpapa, semua orang punya kemauan dan kesenangan sendiri kok atas apa yang mereka lakukan hehehe.

      2019 dan 2020 orang yang berbeda 🙂

      Like

  7. Waaaah lucu banget. Itu pasti dia sayang banget sama kamu sya! Gue terakhir ngirim surat tangan ke orang? Gue jawab pake hehehe aja deh. :p

    Oiya, pas dulu tes jadi jurnalis juga ada ujian bikin surat semacam kayak gini sya. Nulis pake tangan gitu. Gatau deh tuh penilainya bisa baca tulisan tangan gue apa nggak. 😂

    Like

    • Aku bales komen Adi dengan hehehehehehe juga deh 😂

      Beberapa psikotest di tempat kerja emang masih ada yang test tulis tangan, biasanya bukan masalah ke isinya aja sih. Tapi cara nulisnya, penekanannya, bentuk hurufnya, itu semua ada artinya gitu, Di.

      Like

      • Oh iya ya? Jadi penasaran gue dulu hrd-nya dapet kesimpulan apa dari baca tulisan tangan gue. Pasti minusnya nambah sih dia.

        Like

  8. wah dapet surat tulisan tangan spesial bangetttt … rasanya pasti berbeda baca surat tulisan tangan, karakteristik si pengirim akan muncul .. pasti rasanya gimana gitu 😀

    salam sehat

    Like

    • Rasanya seneng seneng seneng banget! Hehehe. Betul, jadi kerasanya dengan halaman yang seadanya, apa yang mau disampaikan tuh jadi bener-bener berarti gitu Kang 🙂

      Like

  9. Kayaknya waktu itu udah sempet baca ini, tapi saya lupa komentar apa ya? Mungkin komentarnya malah di tulisan sebelumnya.

    Saya tipe yang lebih suka dikasih sesuka pengirimnya aja. Bukan yang bilang mau ini-itu. Jarang banget berharap dapat hadiah juga ketika ulang tahun, apalagi kian ke sini. Entah kenapa malah enggak pengin ada yang ingat. Aneh amat. Tapi soal kado itu, memang membiasakan diri dari bocah kalau pengin apa-apa, ya berusaha sendiri (bisa dengan ikut lomba atau nabung). Saya mungkin senang memberi kado buat diri sendiri.

    Surat tulisan tangan, ya. Belum pernah kirim yang lewat pos lagi dalam 10 tahun terakhir ini. Kalau sebagai penerima, saya masih menyimpan surat tulisan tangan dari mantan yang terakhir. Dia ngasihnya kalau enggak salah Desember 2017. Itu awalnya karena saya yang nulis surat duluan, sih. Waktu dia ulang tahun dan pas saya kasih hadiah buku semacam perayaan satu tahun. Biasanya ngasih mah ngasih aja, eh ini sok-sok bikin surat pengantar gitu, padahal tulisan tangan saya jeleknya enggak keruan. Haha. Tapi palingan sekarang kertas bertulisan tangan itu sama dia juga udah dibuang.

    Like

    • Yesss, aku juga makin sini makin gamau kalau orang tau ulangtahunku. Bahkan di beberapa aplikasi (twitter, line) pokoknya yang ada tanggal ulangtahunnya dan bisa dilihat orang, gak pernah aku isi. Untuk kado yang sesuka pengirim, aku udah pernah lewati juga, dan berakhir dengan gak semua kadonya bermanfaat, bermakna, atau berkesan. Jadi sekarang tuh lebih milih bilang aja aku butuhnya apa. Ke beberapa teman dekat juga aku perlakukan hal yang sama sih, “kamu mau apa?” jadi kalaupun dia tau harganya, it’s oke yang penting kepake. Untuk beberapa teman jauh, walau gak nanya “kamu mau apa?” aku tetap mengusahakan cari sesuatu yang beneran kepake, gak cuma sekadar “surprise”.

      Wow 2017 kalau aku dapet surat tulisan tangan kayanya hati aku gak akan sesenang sekarang Yog, kayanya akan ih apaanseeeeh pake beginian segala (mungkin mantan kamu juga merasa hal yang sama) hahahahahaha gatau deng. Nah tapi kalau sekarang, aku akan senang sekali, mengingat proses menulisnya pun kaya lebih bermakna aja gitu. Daaaan… ya itu sama kaya kamu, kamu rasa tulisan tangan kamu jelek gak karuan, tapi sebisa dan sebaik mungkin kamu menuliskannya 🙂 buatku itu manis aja Yog, berkesan. Ceilah.

      Like

Leave a comment